Mencermati apa yang di kutipkan dalam artikel sebuah wacana online mengenai Keterkaitan Pelanggaran HAM dengan Aksi Demo Kenaikan BBM yang terjadi pada akhir Maret lalu.
JAKARTA: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai aparat kepolisian telah melakukan pelanggaran HAM terkait dengan penanganan demonstrasi menentang kenaikan BBM di kawasan Stasiun Gambir, kemarin.
Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan pihaknya memantau terjadinya gesekan antara kepolisian dengan para pendemo di kawasan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Organisasi itu juga mencatat sejumlah pelanggaran HAM yang diduga terjadi dalam aksi itu.
"Penembakan dengan senjata gas air mata, penyemprotan dengan meriam air , penangkapan, penyerangan, perampasan kamera dan kartu memori milik jurnalis, dan pengejaran demonstran hingga ke pemukiman penduduk," ujar Haris kepada pers di Jakarta pada Rabu, 28 Maret 2012.
Dia mengungkapkan seharusnya bentrokan sore di kawasan Stasiun Gambir bisa dihindari, jika aparat kepolisian tetap memegang prosedur pengamanan secara konsekuen, sebagaimana yang telah diterapkan di empat titik demonstrasi lainnya. Mereka adalah Pelabuhan Tanjung Priouk, Bundaran HI, DPR RI dan Istana Negara.
Kontras menilai setidaknya empat peraturan internal baik berupa Peraturan Kapolri maupun prosedur tetap)yang tidak dijadikan acuan dalam pengamanan di titik Stasiun Gambir.
Aturan itu adalah Perkap Nomor 16/2006 tentang Pengendalian Massa, Perkap Nomor 9/2008 tentang Tata Cara penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Pengamanan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, yang kemudian ditegaskan dalam Perkap Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan pihaknya memantau terjadinya gesekan antara kepolisian dengan para pendemo di kawasan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Organisasi itu juga mencatat sejumlah pelanggaran HAM yang diduga terjadi dalam aksi itu.
"Penembakan dengan senjata gas air mata, penyemprotan dengan meriam air , penangkapan, penyerangan, perampasan kamera dan kartu memori milik jurnalis, dan pengejaran demonstran hingga ke pemukiman penduduk," ujar Haris kepada pers di Jakarta pada Rabu, 28 Maret 2012.
Dia mengungkapkan seharusnya bentrokan sore di kawasan Stasiun Gambir bisa dihindari, jika aparat kepolisian tetap memegang prosedur pengamanan secara konsekuen, sebagaimana yang telah diterapkan di empat titik demonstrasi lainnya. Mereka adalah Pelabuhan Tanjung Priouk, Bundaran HI, DPR RI dan Istana Negara.
Kontras menilai setidaknya empat peraturan internal baik berupa Peraturan Kapolri maupun prosedur tetap)yang tidak dijadikan acuan dalam pengamanan di titik Stasiun Gambir.
Aturan itu adalah Perkap Nomor 16/2006 tentang Pengendalian Massa, Perkap Nomor 9/2008 tentang Tata Cara penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Pengamanan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, yang kemudian ditegaskan dalam Perkap Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Dan terakhir adalah tentangjaminan perlindungan HAM yang diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Tindakan berlebih dalam melakukan pengamanan unjuk rasa yang masih dilakukan aparat kepolisian di Jakarta dan wilayah lainnya di Indonesia, menunjukkan bahwa Polri telah keluar dari prinsip-prinsip keperluan, proporsionalitas dan aturan-aturan internal," kata Haris.
"Tindakan berlebih dalam melakukan pengamanan unjuk rasa yang masih dilakukan aparat kepolisian di Jakarta dan wilayah lainnya di Indonesia, menunjukkan bahwa Polri telah keluar dari prinsip-prinsip keperluan, proporsionalitas dan aturan-aturan internal," kata Haris.
"Kontras meminta Polri untuk bertindak secara terukur, taat prosedur dan melakukan pendekatan persuasif terhadap aktivitas demonstrasi terkait kebijakan BBM menjelang 1 April 2012."(api)
Menyikapi dari wacana di atas, menurut saya pelanggaran HAM yang terjadi tidak natural berasal dari aparat yang bertugas dalam penjagaan gedung DPR tersebut, tetapi juga berasal dari perilaku mahasiswa yang bertindak tidak semestinya dalam menuangkan aspirasi, perasaan, ungkapan yang mewakili masyarakat Indonesia. Tindakan anarkis yang dilakukan para pendemo membuat para aparat bertindak lebih dari apa yang semestinya dilakukan, karena para aparatpun juga manusia, mereka memiliki Hak Asasi yang sama dengan para pendemo. Disaat keadaan mengancam keselamatan mereka, mereka pun berusaha menertibkan dengan melakukan pengamanan dan penertiban yang lebih keras lagi bagi para pendemo. Bukan berarti mereka melanggar Hak Asasi para pendemo dalam memberikan pendapat mereka kepada pemerintah. Demokrasi yang baik adalah demokarasi yang dilakukan dengan tertib, tidak anarkis yang dapat merusak dan merugikan apapun dan siapapun yang ada pada saat kejadian. Jadi menurut saya tidak akan ada pelanggaran Hak Asasi Manusia jika tidak ada keadaan yang menyimpang dalam berdemokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar